Oleh: Hasrul
Mahasiswa
Institut PTIQ Jakarta
Fakultas Ushuluddin (Jurusan Tafsir Hadis)
Artikel Islam
Khalifah
adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat Islam setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW (570–632). Kata Khalifah (خليفة)
sendiri dapat diterjemahkan sebagai “pengganti” atau “perwakilan”.
Pada awal keberadaannya, para pemimpin Islam ini menyebut diri mereka sebagai “Khalifah
Allah” yang berarti perwakilan Allah (Tuhan). Akan tetapi, pada
perkembangannya sebutan ini diganti menjadi Khalifah
rasul Allah
(pengganti Nabi Allah). Meskipun begitu, beberapa akademisi memilih untuk
menyebut “Khalīfah”
sebagai gelar bagi pemimpin
umat Islam.
Khalifah
juga sering disebut sebagai Amīr al-Mu'minīn (أمير
المؤمنين) atau pemimpin orang yang
beriman atau
pemimpin
orang-orang mukmin yang kadang-kadang disingkat menjadi “Amir”. Jelasnya, semua keterangan diatas dilihat dari arah dan keadaan yang
berbeda dan maknanya tidak keluar dari ruang lingkup serta pemakaian istilah
Khalifah.
Wacana Kekhalifahan telah dijelaskan dan dikabarkan di dalam beberapa
hadis Rasulullah SAW. Diantaranya, Rasulullah pernah mengabarkan bahwa kekhalifahan
sesudahku adalah 30 tahun (H.R. Ibnu Azakir). Maksud hadis ini
terkait dengan kepemimpinan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan
Ali bin Abi Thalib yang lebih dikenal dengan istilah Khulafa al-Rasyidin. Rincian
kepemimpinan mereka ialah, Abu bakar memimpin 2 tahun, Umar memimpin 10 tahun,
Utsman mimimpin 12 tahun dan Ali memimpin 6 tahun. Kepemimpinan 4 Khalifah ini
sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah diatas yaitu selama 30 tahun.
Hal inilah yang menjadi alasan bagi sebagian orang yang berpendapat bahwa tampuk
kekhalifahan hanya sebatas pada empat khalifah pertama.
Keterangan diatas menyampaikan
informasi bahwa masa kepemimpinan 4 khalifah pertama sebagai periode yang masih
dekat dengan Kepemimpinan Rasulullah. Periode kepemimpinan ini masih meresapi
dan merasakan segala praktik pemerintahan sebagaimana pada zaman Rasulullah.
Oleh karena itu, 4 khalifah ini diberikan gelar Khulafa al-Rasyidin
(para pengganti yang memperoleh Hidayah di jalan yang lurus). Hal ini
tidaklah menafikkan khalifah sesudahnya sebab adanya orientasi yang berbeda.
Khalifah dalam orientasi diatas (Khulafaur Rasyidin) menunjukkan
praktiknya dalam ruang lingkup keagamaan. Adapun istilah khalifah sesudahnya
dan sampai sekarang mengarah pada sistem pemerintahan dalam dunia Islam atau
Khilafah.
Khalifah (632-1253) sacara tradisional dibagi dalam tiga periode: Khulafa
al-Rasyidun (632-661), Dinasti Umayyah (661-750), dan Dinasti
Abbasiyah (750-1258). Salama masa itu, sebuah imperium luas diciptakan dengan ibu kota yang
berpindah-pindah dari Madinah, Kufah, Damaskus, dan Baghdad.
Atraksi politik yang sukses ini dilengkapi dengan perkembangan budaya di
bidang Hukum, Teologi, Filsafat, Sastra, Kedokteran, Ilmu Pengetahuan dan Seni.
Kekhalifahan dimulai pada tahun 632 M dengan pemilihan pengganti Nabi Muhammad.
Empat Khalifah pertama kesemuanya adalah sahabat Nabi: Abu Bakar memimpin
pada (632-634), Umar bin Khattab (634-644), Utsman bin Affan (644-656), Ali bin
Abi Thalib (656-661). Periode ini menjadi masa yang ideal yang harus dilihat
kaum muslimin dalam menjalankan roda pemerintahan.
Khalifah Abu Bakar (21-23 Hijriah / 632-634 Masehi)
Muhammad wafat tanpa
meninggalkan pesan siapa yang harus menggantikannya sebagai pemimpin umat.
Beberapa kerabat Rasul berpendapat bahwa Ali bin Abu Thalib. Ia
adalah menantu yang dipelihara Muhammad sejak kecil. Namun sebagian kaum
Anshar, warga asli Madinah, berkumpul di Balai Pertemuan (Saqifa) Bani Saudah.
Mereka hendak mengangkat Saad bin Ubadah sebagai pemimpin umat.
Ketegangan terjadi, Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah datang
untuk mengingatkan mereka. Perdebatan terjadi, sampai dua tokoh Muhajirin dan
Anshar Abu Ubaidah dan Basyir anak Saad membaiat Abu
Bakar. Umar menyusul membaiat, demikian pula yang lainnya dan pertikaian
pun selesai. Selasa malam menjelang salat Isya setelah Muhammmad dimakamkan, Abu
Bakar naik ke mimbar di masjid Nabawi. Ia menyampaikan pidato pertamanya
sebagai khalifah. Pidato yang ringkas dan dan berkesan di kalangan umat Itu
terjadi pada Juni 632, atau 11 Hijriah.
Langkah awal yang dilakukan Abu Bakar ialah mengkonsolidasikan
kekuasaaan muslim di Arabia. Sepeninggal Rasullullah memicu sebagian kelompok
untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan. Diantaranya banyaknya
kabilah-kabilah yang tidak mau lagi membanyar zakat. Abu Bakar kemudian
membentuk 11 regu untuk menaklukkan kabilah-kabilah yang menolak membayar zakat
dan pemberontak-pemberontak lainnya. Kepemimpinan Abu Bakar pun mencatat banyak
keberhasilan. Di jazirah Arab, ia telah berhasil menyatukan kembali umat Islam
yang pecah setelah Rasul wafat. Di masanya pula, Islam mulai menyebar ke luar
jazirah Arab. Meskipun demikian, ia tetap dikenal sebagai seorang yang
sederhana. Ia hidup sebagaimana rakyat. Tetap pergi sendiri ke pasar untuk
berbelanja, serta tetap menjadi imam shalat di masjid Nabawi.
Khalifah Umar bin Khaththab
(23-33
Hijriah / 634-644 Masehi
Pada tahun 13 Hijriah atau 634
Masehi, Abu Bakar wafat dan Umar bin
Khattab menjadi khalifah. Jika orang-orang menyebut Abu Bakar sebagai “Khalifah
ar-Rasul”, kini mereka memanggil Umar “Amirul Mukminin” (Pemimpin
orang mukmin). Kini ia harus tampil menjadi pemimpin bagi semua. Saat itu,
pasukan Islam tengah bertempur sengit di Yarmuk, wilayah perbatasan dengan
Syria. Umar tidak memberitakan kepada pasukannya bahwa Abu Bakar telah wafat
dan ia yang sekarang menjadi khalifah. Ia tidak ingin mengganggu konsentrasi
pasukan yang tengah melawan kerajaan Romawi itu.
Beberapa wilayah strategis dapat dikuasai pada
masa pemerintahannya. Seperti, kota Damaskus, Aleppo, Syria, Yerusalem, Memphis
(Kairo), Iskandaria hingga Tripoli, dan Ctesiphon (pusat kerajaan Persia). Dari
Persia, Islam kemudian menyebar ke wilayah Asia Tengah, mulai Turkmenistan,
Azerbaijan bahkan ke timur ke wilayah Afghanistan sekarang.
Khalifah Utsman bin Affan (33-45
Hijriah/644-656 Masehi)
Menjelang wafat, Umar bin Khattab berpesan. Selama tiga hari, imam
masjid hendaknya diserahkan pada Suhaib Al-Rumi. Namun pada hari
keempat hendaknya telah dipilih seorang pemimpin penggantinya. Umar memberikan
enam nama, mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Zubair bin
Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin Auff dan Thalhah anak Ubaidillah.
Setelah melalui musyawarah, komite ini memilih Utsman bin Affan dari
kalangan Bani Umayyah.
Pada masa Utsman, kekuatan Islam melebarkan ekspansi. Untuk pertama
kalinya, Islam mempunyai armada laut yang tangguh. Muawiyah bin Abu
Sofyan yang menguasai wilayah Syria, Palestina dan Libanon membangun
armada itu sekitar 1.700 kapal yang dipakainya untuk mengembangkan wilayah ke
pulau-pulau di Laut Tengah. Siprus, Pulau Rodhes digempur, Konstantinopel pun
sempat dikepung. Selain itu, ekspedisi damai ke Tiongkok dilakukan. Saad bin
Abi Waqqas bertemu dengan Kaisar Chiu Tang Su dan sempat bermukim
di Kanton.
Namun, Ustman mempunyai kekurangan yang serius. Ia terlalu banyak
mengangkat keluarganya menjadi pejabat pemerintah. Posisi-posisi penting
diserahkannya pada keluarga Umayyah. Yang paling kontroversial adalah
pengangkatan Marwan bin Hakam sebagai sekretaris negara. Banyak
yang curiga, Marwanlah yang sebenarnya memegang kendali kekuasaan di masa
Ustman. Pada tanggal 8 Zulhijah 35 Hijriah, Ustman menghembuskan nafas
terakhirnya sambil memeluk Quran yang dibacanya.
Khalifah Ali bin Abu Thalib (45-51 Hijriah/655-661 Masehi)
Setelah Utsman bin Affan wafat, Warga Madinah dan tiga pasukan
dari Mesir, Basrah dan Kuffah bersepakat memilih Ali bin Abu Thalib
sebagai khalifah baru. Menurut riwayat, Ali sempat menolak penunjukan itu.
Namun, semua mendesak Ali untuk memimpin umat. Pembaitan Ali pun berlangsung di
masjid Nabawi. Sebagai khalifah ia mewarisi pemerintahan yang sangat kacau.
Juga ketegangan politik akibat pembunuhan Utsman. Keluarga Umayah menguasai
hampir semua kursi pemerintahan. Dari 20 gubernur yang ada, hanya Gubernur
Irak (Abu Musa Al-Asyari) yang bukan keluarga Umayah. Mereka
menuntut Ali untuk mengadili pembunuh Utsman. Tuntutan demikian juga banyak
diajukan tokoh netral seperti janda Rasulullah (Aisyah) juga Zubair dan
Thalhah.
Beberapa orang menuding Ali terlalu dekat dengan para pembunuh itu. Ali
menyebut pengadilan sulit dilaksanakan sebelum situasi politik reda. Ia
bermaksud menyatukan negara lebih dahulu. Untuk itu, ia mendesak Muawiyah
bin Abu Sofyan, Gubernur Syam yang juga pimpinan keluarga Umayah untuk
segera berbaiat kepadanya. Muawiyah menolak berbaiat sebelum pembunuh Ustman dihukum. Akibatnya Ali pun
menyiapkan pasukan untuk menggempur Muawiyah. Sejumlah sahabat penting seperti Mughairah,
Saad bin Abi Waqas, Abdullah anak Umar menyarankan Ali menunda serangan
itu. Begitu juga sepupu Ali, Ibnu Abbas. Tapi Ali berkeras, sehingga
Ibnu Abbas mengeritiknya: “Anda ini benar-benar panglima perang, bukan
negarawan”.
Ali segera menyusun pasukan dan berangkat ke Kufah, wilayah yang
masyarakatnya mendukung Ali. Ia tinggalkan ibukota Madinah untuk langsung
memimpin perang. Hal yang tak lazim dilakukan para pemimpin negara. Setahun
sudah berlalu, pembunuh Ustman belum ditindak.
Langkah ini makin
mengundang kritik dari kelompok Aisyah, Thalhah dan Zubair. Ketiga
sahabat ini pun lalu memimpin 30 ribu pasukan dari Mekah. Pasukan Ali yang
semula diarahkan ke Syam terpaksa dibelokkan untuk menghadapi Aisyah dan terjadilah
peristiwa menyedihkan. Aisyah memimpin pasukannya dalam tandu tertutup di atas
unta, maka perang itu disebut Perang Unta. Sekitar 10 ribu orang
tewas dalam perang sesama Muslim ini. Aisyah tertawan setelah tandunya penuh
anak panah. Zubair tewas dibunuh di waha Al-Sibak. Thalhah terluka di
kaki dan meninggal di Basrah. Kesempatan pun dimanfaatkan oleh Muawiyah. Ia
menggantungkan jubah Ustman yang berlumur darah, serta potongan jari istri
Ustman, di masjid Damaskus untuk menyudutkan Ali.
Pihak Muawiyyah bahkan menuding Ali sebagai otak pembunuhan Ustman.
Muawiyah akhirnya berhasil menarik Amru bin Ash ke pihaknya. Amru
seorang politisi ulung yang sangat disegani. Ia diiming-imingi menjadi Gubernur
Mesir. Abdullah, anak Amru yang saleh, menyarankan ayahnya untuk
menolak ajakan Muawiyah. Namun Muhammad, anaknya yang suka
politik menyarankan Amru bin Ash mengambil kesempatan, Amru pun tergoda dan
mendukung Muawiyah untuk menjadi khalifah tandingan. Kedua pihak bertempur di Shiffin,
hulu Sungai Eufrat di perbatasan Irak-Syria. Puluhan ribu Muslim
tewas. Di pihak Ali, korban sebanyak 35 ribu di pihak Muawiyah 45 ribu. Dalam
keadaan terdesak, pihak Muawiyah bersiasat. Atas usulan Amru, mereka mengikat
Quran di ujung tombak dan mengajak untuk “berhukum pada Quran”.
Pihak Ali terbelah, Sebagian berpendapat “seruan itu harus
dihormati” dan yang lain menyebut itu hanya cara Muawiyah “untuk menipu
demi menghindari kekalahan”. Ali mengalah, Kedua pihak berunding. Amru
bin Ash di pihak Muawiyah, Abu Musa yang dikenal sebagai
seorang saleh dan tak suka politik di pihak Ali. Keduanya sepakat untuk
menurunkan Ali dan Muawiyah. Namun Amru kembali mengingkari kesepakatannya. Situasi
yang tak menentu itu membuat marah Hurkus, komandan pasukan Ali yang
berasal dari keluarga Tamim. Hurkus adalah seorang yang lurus dan
keras. Caranya memandang masalah selalu “hitam putih”. Karena
cara berpikirnya yang sempit, ia pernah menggugat Rasulullah. Sekarang ia
menganggap Muawiyah maupun Ali melanggar hukum Allah. “Laa hukma illallah
(tiada hukum selain Allah),” serunya. Pelanggar hukum Allah boleh
dibunuh, demikian pendapatnya.
Kelompok Hurkus segera
mengumpulkan kekuatannya. Orang-orang menyebut kelompok radikal ini sebagai “khawarij” (barisan
yang keluar). Mereka menyerang dan bahkan membunuh orang-orang yang berbeda pendapat
dengannya. Pembunuhan berlangsung di beberapa tempat. Mereka berpikir, negara
baru akan dapat ditegakkan jika tiga orang yang dianggap penyebab masalah,
yakni Ali, Muawiyah dan Amru dibunuh.
Hujaj bertugas membunuh Muwawiyah di Damaskus,
Amru bin Abu Bakar membunuh Amru bin Ash di Mesir dan Abdurrahman
membunuh Ali di Kufah. Muawiyah yang kini hidup dengan pengawalan ketat
bagai raja hanya terluka. Amru bin Abu Bakar salah bunuh orang imam yang
menggantikan Amru bin Ash Di Kaufah. Adapun Ali ketika berangkat ke masjid
tiba-tiba diserang dengan pedang. Dua hari kemudian ia wafat. Peristiwa itu
terjadi pada Ramadhan 40 Hijriah atau 661 Masehi. Berakhirlah model
kepemimpinan Islam untuk negara yang dicontohkan Rasulullah. Muawiyah lalu
menggunakan model “kerajaan” pemerintahan negara Islam. Ibukota pun dipindah
dari Madinah ke Damaskus.
Menganalisa pergantian khalifah
diatas Nampak berbeda-beda
dari setiap praktiknya
masing-masing. Abu
Bakar diangkat sebagai
khalifah pertama melalui hasil musyawarah. Kekhalifahan selanjutnya, Abu Bakar
langsung menunjuk
Umar sebagai penggantinya sebelum kematiannya.
Kaum Muslim menerima hal ini tanpa terjadi perdebatan. Pengganti
Umar, Utsman bin Affan dipilih oleh Dewan Perwakilan kaum muslim yang berjumlah
6 orang yang ditunjuk oleh Umar sendiri. Setelah itu, Ali bin Abi Thalib
diangkat oleh sebagian besar Kaum Muslimin
waktu itu di Madinah untuk menjadi khalifah. Demikianlah uraian ringkas mengenai 4 khalifah sepeninggal Rasulullah
SAW.
Jakarta,
3 Desember 2011 M
/ 7 Muharram 1433 H
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar